Sabtu, 15 April 2017

MATIKANKU DI SAAT TEPAT

“Ya Allah, matikanlah aku di saat yang tepat”

Seringkali kita berdoa untuk kehidupan kita, entah minta dipanjangkan, minta agar penuh kesuksesan, minta agar bahagia, tapi pernahkah kita berdoa tentang kematian kita?
Jika kita diberikan kebebasan untuk memilih cara kita untuk mati, maka pertanyaannya, cara mana yang kita minta pada Allah SWT? Apakah mati dengan sakit? Apakah mati dengan musibah? Apakah mati dengan kelalaian mengendarai kendaraan? Apakah mati ketika kita sedang beribadah? Sesungguhnya, ini tidaklah penting, bagaimanapun caranya, semua rasa sakit yang dialaminya sama, yakni rasa sakaratul maut.
Jika kita diberikan kebebasan untuk memilih waktu untuk mati, pertanyaan inilah yang justru lebih penting kita pikirkan, “kapan?”.
Kita, adalah manusia biasa, bukan Nabi yang keimanannya terus menaik setiap hari, pun bukan malaikat yang keimanannya terus stabil, pun bukan syetan yang keimanannya terus menurun, kita hanyalah manusia biasa yang keimanannya naik turun kapanpun kita mau.
Bisa jadi, hari ini iman kita naik, kita rajin ibadah, solat sunat, ngaji, puasa. Eh, tiba-tiba, besok iman kita turun, jadi males, jadi suka maksiat, zina, tidak menutup aurat, dsb.
Yah, keimanan manusia itu, naik turun, bisa turun terus, lalu tiba-tiba naik, atau naik terus, tiba-tiba turun. Pertanyaannya, jika kita diberikan kebebasan untuk memilih waktu, kapankah kita akan memilih? Ketika iman kita turun, atau ketika iman naik?
Saya selalu berdoa, agar saya dimatikan di saat yang tepat. Yang ketika dosa menumpuk, lantas saya mati setelah bertaubat, bukan ketika rajin ibadah, lantas saya khilaf dan lalu dicabut nyawanya.
Ya, waktu yang tepat, yang ketika iman sedang naik, yang ketika iman dijaga naik, yang walaupun turun, bukan karena disengaja, tapi karena kekhilafan kita yang segera kita perbaiki pula.
Ya, mati di waktu yang tepat, yang saya sedang berusaha menjadi baik di hadapan Allah, bukan sedang berusaha asyik di depan manusia sampai meninggalkan perintah-Nya.
Makanya, beberapa sahabat nabi, justru senang menyambut kematian ketika imannya sedang naik, hingga mereka menyebut “Marhaban ya maut”, selamat datang kematian, sambil tersenyum, karena tahu, setelah mati, orang-orang beriman tinggal menantikan syurga dan bertemu dengan para Nabi dan Rasul.
Sedang orang-orang yang imannya kurang, mereka takut sekali jika membahas kematian, mereka berpaling sambil berkata “kalem aja kali, masih lama”, sesungguhnya mereka berpaling karena mereka takut, takut tidak punya cukup tabungan untuk keluarga, mereka takut bisnisnya hancur, mereka takut meninggalkan dunia, takut urusan duniawi mereka tidak sempat diselesaikan.
Hati-hati, takut akan kematian, adalah tanda bahwa kita terlalu mencintai dunia, dan memang tidak siap menghadapi akhirat, dan kita memang tidak mempersiapkan bekal apa-apa untuk kesana.
“Ya Allah, matikanlah aku di saat yang tepat”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar